GeoFile's
Learn, Adventure, Life, and Scientist...
Cari
Jumat, 10 Desember 2010
Analisis Vegetasi Tingkat Pohon di Hutan Lindung Gunung Klabat Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara
Geonal B. A. P. Pontoh
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi, Manado
Ringkasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan, dominansi, frekuensi, indeks nilai penting dan indeks keragaman spesies tingkat pohon di Hutan Lindung Gunung Klabat. Penelitian ini menggunakan Point Centered Quartered Method. Panjang transek 1000 meter pada empat lokasi di dua tipe hutan yakni tipe hutan sekunder dan tipe hutan primer, terdapat 40 titik pengukuran dengan jarak 100 meter pada tiap titik pengukuran. Berdasarkan penelitian pada keempat lokasi didua tipe hutan di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara terdapat 50 spesies pohon yang tergolong dalam 33 famili dari 140 individu pohon yang dipilih. Spesies yang dominan di lokasi sekunder 1 di ketinggian 542 m dpl adalah Canarium sp. dengan INP (Indeks Nilai Penting) 69,78%; Dillenia cellebica dominan di lokasi sekunder 2 di ketinggian 1.121 m dpl dengan INP 28,78%; Melicope sp. dominan di lokasi primer 1 di ketinggian 1.228 m dpl dengan INP 56,67%; dan Saurauia sp. dominan di lokasi primer 2 di ketinggian 1.528 m dpl dengan INP 134,22%. Indeks Keragaman (Shannon)
antara 0.6443-1.3503, nilai masuk dalam kategori rendah.
antara 0.6443-1.3503, nilai masuk dalam kategori rendah.
PENDAHULUAN
Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis yang sebagian besar hutan-hutannya adalah hutan kompleks yang juga merupakan tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Di dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan keadaan sekitarnya; cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi dan temperatur lebih rendah. Variasi pertumbuhan terdapat juga dimana pohon yang kecil bernaung di bawah pohon yang besar. Pohon-pohon di lingkungan hutan berkembang juga tumbuhan yang lain seperti pemanjat, epifit, tumbuhan pencekik, parasit, dan saprofit (Irwanto, 2007).
Keberadaan pohon pada ekosistem hutan akan dapat menyerap unsur hara dan air pada tanah. Daun-daun yang gugur, ranting, cabang, dan bagian lain yang tersedia menjadi makanan untuk sejumlah hewan invertebrata, seperti rayap, jamur, dan bakteri. Unsur hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian-bagian pohon yang gugur. Ini merupakan ciri hutan hujan tropis dalam persediaan unsur hara total sebagian besar terdapat dalam tumbuhan secara relatif kecil disimpan dalam tanah (Withmore, 1975).
Menurut Irwanto (2007), keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun, hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Eksploitasi ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian, pertambangan, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun. Dampak dari eksploitasi telah merubah struktur hutan sehingga banjir terjadi pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
Keberadaan hutan dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa, dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Rahmawaty, 2008). Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem hutan. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan yang hanya mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan.
Analisis vegetasi hutan antara lain ditunjukan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur suatu hutan (Mueller- Dombois dan Ellenberg, 1974; Misra, 1980; Kusmana, 1997). Data tersebut berguna untuk mengetahui kondisi kesimbangan komunitas hutan (Meyer, 1952), menjelaskan interaksi di dalam dan antar spesies (Odum, 1971, Ludwig dan Reynolds, 1988), dan memprediksi kecenderungan komposisi tegakan dimasa mendatang (Whittaker, 1974).
Sulawesi Utara dapat dideskripsikan sebagai hutan tropis hijau (tropical evergreen forest) yang mencakup berbagai tipe vegetasi seperti hutan rawa dan bakau, hutan pantai, hutan pamah/dataran rendah, hutan pegunungan bawah, dan hutan gunung. Kawasan Hutan Propinsi Sulawesi Utara yang ditetapkan berdasarkan SK penunjukan Menteri Kehutanan Nomor 452/Kpts- II/1999 tanggal 17 Juni 1999 adalah seluas ± 1.615.070 Ha. Luas kawasan hutan ini mencakup 58,8% dari luas propinsi Sulawesi Utara dengan curah hujan maksimum 757 mm per tahun dan curah hujan minimum 135 mm per tahun dengan demikian hutan Sulawesi Utara merupakan salah satu hutan hujan tropis yang ada di Indonesia (Departemen Kehutanan, 2002).
Hutan Gunung Klabat adalah salah satu kawasan hutan lindung di Sulawesi Utara terletak di kabupaten Minahasa Utara, merupakan habitat dari berbagai satwa (Kauditan, 2009). Terdapat sekitar 40% dari luas hutan telah rusak akibat dari perusakan dengan penebangan liar oleh manusia (MUC, 2009).
Penebangan liar dan konversi lahan yang terjadi pada Hutan Lindung Gunung Klabat akan menyebabkan perubahan struktur dan komposisi vegetasinya. Hal ini akan menyebabkan terganggunya fungsi ekosistem hutan tersebut. Bagaimana dampak kerusakan hutan terhadap distribusi pohon di Hutan Lindung Gunung Klabat pada saat ini belum banyak dipublikasikan. Padahal hutan ini sangat penting mengingat kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan lindung dan juga sebagai sumber air bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis vegetasi pohon di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 2 bulan mulai Maret sampai April 2010, bertempat di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara. Penelitian ini menggunakan Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quartered Method) yang merupakan metode sampling tanpa petak contoh atau yang menggunakan titik pusat kuadran yang kemudian dipilih empat pohon sampel yang terdekat dengan titik pengukuran. Pengambilan sampel dilakukan pada dua tipe hutan yaitu Hutan Sekunder dan Hutan primer.
Pada setiap tipe hutan yang menjadi lokasi penelitian dibuat dua garis transek sepanjang 1.000 meter. Pada setiap garis transek dibuat 10 titik sampel dengan jarak antar titik sampel 100 meter sehingga dalam satu tipe vegetasi hutan terdapat titik sampel sebanyak 20 titik (Kusuma, 1997).
Pada setiap titik sampel dibagi empat kuadran yang berukuran sama (Kusuma, 1997). Pembagian areal disetiap titik dilakukan dengan menentukan sampel pohon yang akan diukur menggunakan kompas yang membagi empat kuadran yang sama sesuai dengan empat arah mata angin yaitu Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Pengukuran dilakukan pada satu pohon disetiap kuadran yang terdekat dengan titik sampel. Data pengukuran yang diambil adalah jarak pohon terhadap titik sampel, diameter batang setinggi dada, dan tinggi pohon hal yang sama juga dilakukan pada kuadran berikutnya. Pohon dalam penelitian ini adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang > 20 cm.
Identifikasi sampel pohon dilakukan di lapangan menggunakan buku kunci determinasi/klasifikasi sistematik tumbuhan oleh Cronquist (1981). Tumbuhan yang dapat dianalisis yaitu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variabel-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, frekuensi, dan indeks nilai penting (INP) (Rohman, 2001).
Analisis data untuk Kerapatan total semua jenis (K), Kerapatan Relatif jenis (KR), Kerapatan suatu jenis (KA), Dominansi suatu jenis (D), Dominansi Relatif suatu jenis (DR), Frekuensi suatu jenis (F), Frekuensi Relatif (FR), dan Indeks Nilai Penting (INP) menurut Kusmana (1997) yaitu:
a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran
Keterangan:
d = jarak individu pohon ke titik pengukuran di kuadran
n = banyaknya pohon
= rata-rata unit area/individu
b. Kerapatan total semua jenis (K)
c. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
d. Kerapatan suatu jenis (KA)
e. Dominansi suatu jenis (D)
D = KA x Dominansi rata-rata per jenis
f. Dominansi relatif suatu jenis (DR)
g. Frekuensi suatu jenis (F)
h. Frekuensi relatif (FR)
i. Indeks nilai penting (INP)
Nilai penting merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974).
j. Indeks Keragaman Shannon (H)
H = - Σ{(n.i/N) log (n.i/N)}
Keterangan :
H = Indeks Keragaman Shannon
n.i = nilai penting dari tiap spesies
N = total nilai penting
Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 0-7, dengan kriteria: 0-2 (rendah), 2-3 (sedang), dan >3 (tinggi), (Barbour et al., 1987). HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Spesies dan Struktur Hutan
Hasil pengukuran yang dilakukan pada hutan sekunder, lokasi sekunder 1 titik koordinat 01º26.006’LU (Lintang Utara), 125º00.157’BT (Bujur Timur)-01º26.132’LU, 125º00.36’BT pada ketinggian 542 m dpl (meter di atas permukaan laut), lokasi sekunder 2 dengan koordinat 01º26.146’LU, 125º00.410’BT- 01º26.403’LU, 125º00.591’BT di ketinggian 1121 m dpl, dan hutan primer, lokasi primer1 di ketinggian 1228 m dpl pada titik koordinat 01º26.464’LU, 125º00.620’BT-01º26.694’LU, 125º00.916’BT, lokasi primer 2 ketinggian 1528 m dpl pada koordinat 01º26.808’LU, 125º.01.507’BT-01º27.070’LU, 125º01.345’BT dengan panjang garis transek keseluruhan 4.000 meter (4 km), terdapat 50 spesies pohon dari 140 individu pohon yang dipilih dengan total luas bidang dasar 18,99 m2. Parameter data pohon pada keempat lokasi pengambilan data disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa parameter data pohon yang terdapat pada
empat lokasi di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara.
Parameter | Sekunder 1 | Sekunder 2 | Primer 1 | Primer 2 | ||||
542 m dpl | 1121 m dpl | 1228 m dpl | 1528 m dpl | |||||
Panjang Transek (m) | 1000 | 1000 | 1000 | 1000 | ||||
Kerapatan per Ha (Hektar) | 189,53 | 218,89 | 230 | 259,1 | ||||
Luas Bidang Dasar (m²) | 4,8 | 6 | 4,91 | 3,28 | ||||
Jumlah Spesies | 26 | 26 | 17 | 7 | ||||
Indeks Keragaman (shannon) | 1,2788 | 1,3503 | 1,0963 | 0,6443 | ||||
Rata-rata diameter batang (cm) | 34,8 | 37,53 | 34,27 | 42,99 | ||||
Rata-rata tinggi pohon (m) Spesies yang dominan Indeks nilai penting (%) | 15,1 Canarium sp. 69,78 | 15,6 Dillenia cellebica 28,78 | 15,9 Melicope sp. 56,67 | 15,4 Saurauia sp. 134,22 | ||||
Kerapatan pada tiap lokasi menunjukan variasi, yaitu dari hasil pengukuran dan perhitungan pada lokasi primer 2 memiliki kondisi vegetasi pohon yang tergolong rapat dibandingkan dengan lokasi yang lain dengan nilai kerapatan 259 pohon per ha. Lokasi primer 1 dengan 230 pohon per ha, sekunder 2, 219 pohon per ha, dan sekunder 1 dengan 190 pohon per ha. Kerapatan pada setiap lokasi juga menunjukan akan tingkat gangguan pada lokasi tersebut dengan kata lain tingkat kerapatan pada lokasi berbanding terbalik dengan tingkat gangguan pada lokasi tersebut dimana semakin tinggi tingkat kerapatan maka semakin kecil tingkat gangguan yang terjadi pada lokasi tersebut.
Hasil perhitungan Indeks Keragaman Shannon menunjukan bahwa nilai Indeks Keragaman pada hutan sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti
lapisan tanah yang tipis, berbatu dan curamnya hutan primer sehingga memungkinkan hanya terdapat spesies-spesies tertentu saja yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan tersebut. Hutan sekunder yang terletak pada ketinggian 542-1.121 m dpl, memiliki jumlah jenis tertinggi, hal ini ditunjukan oleh nilai indeks keragaman yang ada pada Tabel 1. Jumlah spesies pohon antar lokasi memperlihatkan perbedaan terutama pada lokasi primer 2 dengan ketinggian 1.528 m dpl dibandingkan dengan lokasi yang lain, hal ini memungkinkan adanya spesies-spesies tertentu yang hanya dapat hidup pada lokasi dengan ketinggian tempat tertentu pula.
Banyaknya jumlah jenis dipengaruhi oleh rendahnya nilai kerapatan pada tipe hutan ini mengakibatkan kerenggangan tutupan tajuk/kanopi sehingga penetrasi sinar matahari yang relatif besar yang memungkinkan tumbuh beragam spesies pada tipe hutan ini. Spesies yang menonjol pada tipe hutan sekunder adalah spesies Canarium sp. yang termasuk dalam spesies pohon yang dominan di ketinggian 0-1.000 m dpl di hutan Sulawesi dan Dillenia celebica yang merupakan spesies pohon endemik (Whitmore, 1989) di hutan Sulawesi dan penyebarannya hanya terdapat pada tipe hutan sekunder sedangkan pada tipe hutan primer spesies yang menonjol adalah Melicope sp. dan Saurauia sp. Spesies pohon utama berdasarkan indeks nilai penting tertinggi dari keempat lokasi di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara adalah Canarium sp., Dillenia celebica, Melicope sp., dan Saurauia sp.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa indeks keragaman spesies pada seluruh lokasi pengamatan relatif sama, berkisar antara 0,6443-1,3503, dengan demikian indeks keragaman spesies pohon di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara tergolong rendah. Dari nilai indeks keragaman pada Tabel 1 diketahui bahwa faktor ketinggian tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai indeks kekaragaman spesies di lokasi penelitian, karena nilai yang dihasilkan relatif sama pada setiap ketinggian; penambahan ketinggian tidak menurunkan atau meningkatkan nilai indeks keanekaragaman. Meskipun pada Tabel 1 terlihat bahwa pada lokasi dengan ketinggian yang tertinggi (1.528 m dpl.) diperoleh nilai indeks keragaman terendah, yaitu 0,6443, sedangkan di tempat lain yang lebih rendah nilai indeks keragamannya tergolong rendah pula.
Menurut Barbour et al. (1987), indeks keragaman spesies merupakan informasi penting tentang suatu komunitas. Semakin luas areal sampel dan semakin banyak spesies yang dijumpai, maka nilai indeks keragaman spesies cenderung akan lebih tinggi. Nilai indeks keragaman yang relatif rendah umum dijumpai pada komunitas yang telah mencapai klimaks. Data pada Tabel 3 sangat relevan dengan pendapat Barbour et al., (1987) karena pada seluruh lokasi pengamatan diperoleh nilai indeks keanekaragaman yang relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi habitat pada seluruh lokasi pengamatan relatif homogen, apabila ditinjau dari aspek gangguan terhadap ekosistem, karena pada semua tempat di Hutan Lindung Gunung Klabat tidak terjadi perusakan secara periodik. Hal ini dapat dimengerti karena kawasan tersebut merupakan kawasan hutan lindung.
Struktur hutan dapat dilihat pada lampiran 12 yaitu klasifikasi individu pohon berdasarkan pada tinggi pohon. Struktur hutan pada Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara pada umumnya masuk dalam strata B (tinggi pohon < 30 meter) dan strata C (< 20 meter). Strata B pada tipe hutan sekunder dengan ketinggian 542-1.121 m dpl didominasi oleh Dillenia cellebica, Canarium sp., Eugenia sp., Horsfieldia sp., Ficus sp., Ficus pubinervis, dan Calophyllum soulattri, sedangkan hutan primer dengan ketinggian 1228-1528 m dpl yang termasuk pada strata B yaitu Planchonella sp., Melicope sp., dan Syzygium sp., dan strata C tipe hutan sekunder didominasi oleh Trema orientalis, Aglaia sp., Cananga odorata, Polyalthia sp., Podocarpus imbricatus, Albizia saponaria, Alstonia spectabilis, dan Garcinia sp., sedangkan untuk tipe hutan sekunder didominasi oleh Gymnacranthera forbessi, Planchonella sp., Saurauia sp., dan Aglaia sp., selain masuk dalam strata B dan C pada tipe hutan primer masih ada spesies yang masuk pada strata A dengan tinggi (> 30 meter) yakni spesies Euodia speciosa.
Tabel 2. Nilai penting terinci setiap spesies pada setiap
lokasi pengamatan di hutan lindung Gunung Klabat
Family | Spesies | Indeks Nilai Penting | | ||
HS 1 542m dpl | HS 2 1121m dpl | HP 1 1228m dpl | HP 2 1528m dpl | ||
Acanthaceae | Biscovia javanica | - | 9,73 | - | - |
Saurauia tristyla | - | 5,80 | - | - | |
Saurauia sp. | - | - | 56,24 | 134,22 | |
Mangifera sp. | 14,10 | - | - | - | |
Annonaceae | Polyalthia sp. | 12,17 | 12,07 | - | - |
Cananga odorata | 5,85 | 5,78 | - | - | |
Annonaceae | Polyalthia grandifolia | - | - | 7,33 | - |
Alstonia spectabilis | - | 9,86 | 6,66 | - | |
Polyscias nodosa | 6,73 | - | - | - | |
Bignoniaceae | Radermachera elegans | - | 6,80 | 6,03 | - |
Canarium sp. | 69,78 | 27,82 | - | - | |
Euonymus javanicus | - | 6,05 | - | - | |
Calophyllum soulattri | 6,24 | 15,47 | 7,29 | - | |
Cratoxylum cellebecum | 6,04 | 5,88 | - | - | |
Dillenia celebica | 15,88 | 28,78 | - | - | |
Dracaenaceae | Dracaena sp. | - | 6,53 | - | - |
Elaeocarpaceae | Aleocarpus sp. | - | 6,17 | - | - |
Euphorbiaceae | Drypetes sp. | - | - | 7,07 | - |
Euphorbiaceae | Macaranga celebica | - | - | 5,81 | - |
Euphorbiaceae | Glochidion philippicum | 5,78 | - | - | - |
Albizia saponaria | 12,60 | - | - | - | |
Fabaceae | Archidendron teismanii | - | - | 6,74 | - |
Flacourtiaceae | Casearia grewiaefolia | - | 9,03 | - | - |
Guttiferaceae | Garcinia sp. | - | 11,23 | - | - |
Litsea sp. | 17,32 | 15,35 | - | - | |
Meliaceae | Dysoxylum sp. | 6,34 | - | 10,02 | - |
Meliaceae | Aglaia sp. | 6,02 | 23,74 | 40,59 | - |
Ficus sp. | - | 20,52 | - | 12,95 | |
Ficus pubinervis | - | 13,36 | - | - | |
Myristicaceae | Horsfieldia sp. | 9,35 | - | - | - |
Gymnacranthera forbesii | 7,91 | - | 10,42 | - | |
Myrtaceae | Eugenia sp. | 22,05 | 7,91 | 12,77 | - |
Myrtaceae | Syzigium sp. | - | 7,45 | - | 85,38 |
Pinus merkusii | 9,03 | - | - | - | |
Podocarpus imbricatus | 9,82 | - | - | - | |
Papilonaceae | Deris darbelgoides | 7,74 | - | - | - |
Rosaceae | Leucoside capitelata | 6,34 | - | - | 12,86 |
Rutaceae | Dendronicde microticma | 7,33 | - | - | - |
Zanthoxylum sp. | 6,02 | - | - | - | |
Rutaceae | Euodia minahasae | 5,87 | 5,57 | - | - |
Rutaceae | Euodia speciosa | - | - | 8,19 | - |
Rutaceae | Melicope sp. | - | 13,41 | 56,67 | 28,79 |
Sapotaceae | Planchonella nitida | 6,99 | - | - | - |
Sapotaceae | Planchonella sp. | - | - | 44,85 | 12,95 |
Pouteria moluccana | - | - | 7,07 | - | |
Saxifragaceae | Spiraeopsis celebica | - | - | - | 12,84 |
Ailanthus integrifolia | 6,92 | 6,20 | - | - | |
Trema orientalis | 9,66 | 13,81 | - | - | |
Vilebrunea rubescens | - | 5,60 | - | - | |
Verbenaceae | Callicarpa sp. | - | - | 6,23 | - |
Komposisi Famili di Lokasi Penelitian
Jumlah spesies pohon yang terdapat pada seluruh lokasi penelitian sebanyak 50 spesies, termasuk dalam 33 famili. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa hampir seluruh famili hanya diwakili 1-2 spesies. Famili yang memiliki jumlah spesies relatif banyak, 3-5 spesies, adalah Annonaceae, Euphorbiaceae, Rutaceae, dan Sapotaceae; sehingga berdasarkan dominansi familinya, maka Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara hanya didominasi oleh keempat famili tersebut. Secara
ekologi spesies-spesies dari keempat famili ini mempunyai kemampuan adaptasi dan toleransi yang relatif baik dibandingkan dengan anggota spesies dari famili lain. Famili Annonaceae terdiri dari spesies Polyalthia sp., Cananga odorata, dan Polyalthia grandifolia, famili Euphorbiaceae terdiri dari Drypetes sp., Macaranga celebica, dan Glochidion philippicum, famili Rutaceae terdiri dari Dendronicde microticma, Zanthoxylum sp., Euodia minahasae, Euodia speciosa, dan Melicope sp.; dan famili Sapotaceae terdiri dari Planchonella nitida, Planchonella sp., dan Pouteria moluccana.
Hutan Sekunder
Lokasi sekunder 1 ketinggian 542 m dpl
Hasil penelitian di hutan sekunder yaitu pada lokasi sekunder 1 terdapat 26 spesies
pohon, hal yang sama juga terdapat pada lokasi sekunder 2 yakni 26 spesies pohon dengan kerapatan relatif, dominansi relatif, dan indeks nilai penting pada tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Indeks nilai penting lokasi sekunder 1 ketinggian 542 m dpl
No. | Jenis | Famili | KR (%) | DR (%) | FR (%) | INP (%) |
1 | Canarium sp. | Burseraceae | 25 | 30,07 | 14,71 | 69,78 |
2 | Eugenia sp. | Myrtaceae | 5 | 11,17 | 5,88 | 22,05 |
3 | Litsea sp. | Lauraceae | 5 | 6,44 | 5,88 | 17,32 |
4 | Dillenia cellebica | Dilleniaceae | 2,5 | 10,44 | 2,94 | 15,88 |
5 | Mangifera sp. | Anacardiaceae | 2,5 | 8,66 | 2,94 | 14,10 |
6 | Albizia saponaria | Fabaceae | 5 | 1,72 | 5,88 | 12,60 |
7 | Polyalthia sp. | Annonaceae | 5 | 1,29 | 5,88 | 12,17 |
8 | Podocarpus imbricatus | Podocarpaceae | 2,5 | 4,38 | 2,94 | 9,82 |
9 | Trema orientalis | Ulmaceae | 5 | 1,72 | 2,94 | 9,66 |
10 | Horsfieldia sp. | Myristicaceae | 2,5 | 3,91 | 2,94 | 9,35 |
11 | Pinus merkusii | Pinaceae | 2,5 | 3,59 | 2,94 | 9,03 |
12 | Gymnacranthera forbessi | Myristicaceae | 2,5 | 2,47 | 2,94 | 7,91 |
13 | Deris darbelgoides | Papilonaceae | 2,5 | 2,3 | 2,94 | 7,74 |
14 | Dendronicde microticma | Rutaceae | 2,5 | 1,89 | 2,94 | 7,33 |
15 | Planchonella nitida | Sapotaceae | 2,5 | 1,55 | 2,94 | 6,99 |
16 | Ailanthus integrifolia | Simaroubaceae | 2,5 | 1,48 | 2,94 | 6,92 |
17 | Polyscias nodosa | Araliaceae | 2,5 | 1,29 | 2,94 | 6,73 |
18 | Leucoside capitelata | Rosaceae | 2,5 | 0,9 | 2,94 | 6,34 |
19 | Dysoxylum sp. | Meliaceae | 2,5 | 0,9 | 2,94 | 6,34 |
20 | Calophyllum soulattri | Clusiaceae | 2,5 | 0,8 | 2,94 | 6,24 |
21 | Cratoxylum cellebecum | Clusiaceae | 2,5 | 0,6 | 2,94 | 6,04 |
22 | Zanthoxylum sp. | Rutaceae | 2,5 | 0,58 | 2,94 | 6,02 |
23 | Aglaia sp. | Meliaceae | 2,5 | 0,58 | 2,94 | 6,02 |
24 | Euodia minahasae | Rutaceae | 2,5 | 0,43 | 2,94 | 5,87 |
25 | Cananga odorata | Annonaceae | 2,5 | 0,41 | 2,94 | 5,85 |
26 | Glosidion philipicum | Euphorbiaceae | 2,5 | 0,34 | 2,94 | 5,78 |
Total | | 299,88 |
Lokasi sekunder 2 ketinggian 1.121 m dpl
Pada lokasi sekunder 2 nilai kerapatan relatifnya untuk 26 spesies relatif sama dengan lokasi sekunder 1 yang ditunjukan pada Tabel 4.
Tabel 4. Indeks nilai penting lokasi sekunder 2 ketinggian 1.121 m dpl
No. | Jenis | Famili | KR (%) | DR (%) | FR (%) | INP (%) |
1 | Dillenia cellebica | Dilleniaceae | 5,0 | 21,1 | 2,7 | 28,78 |
2 | Canarium sp. | Burseraceae | 10 | 7,0 | 10,81 | 27,82 |
3 | Aglaia sp. | Meliaceae | 10,0 | 5,6 | 8,11 | 23,74 |
4 | Ficus sp. | Moraceae | 2,5 | 15,3 | 2,7 | 20,52 |
5 | Calophyllum soulattri | Clusiaceae | 5,0 | 5,1 | 5,41 | 15,47 |
6 | Litsea sp. | Lauraceae | 5,0 | 4,9 | 5,41 | 15,35 |
7 | Trema orientalis | Ulmaceae | 5,0 | 3,4 | 5,41 | 13,81 |
8 | Melicope sp. | Rutaceae | 5,0 | 3,0 | 5,41 | 13,41 |
9 | Ficus pubinervis | Moraceae | 2,5 | 8,2 | 2,7 | 13,36 |
10 | Polyalthia sp. | Annonaceae | 5,0 | 1,7 | 5,41 | 12,07 |
11 | Garcinia sp. | Guttiferaceae | 5,0 | 0,8 | 5,41 | 11,23 |
12 | Alstonia spectabilis | Apocynaceae | 5,0 | 2,2 | 2,7 | 9,86 |
13 | Biscovia javanica | Acanthaceae | 2,5 | 4,5 | 2,7 | 9,73 |
14 | Casearia grewiaefolia | Flacourtiaceae | 2,5 | 3,8 | 2,7 | 9,03 |
15 | Eugenia sp. | Myrtaceae | 2,5 | 2,7 | 2,7 | 7,91 |
16 | Syzigium sp. | Myrtaceae | 2,5 | 2,3 | 2,7 | 7,45 |
17 | Radermachera elegans | Bignoniaceae | 2,5 | 1,6 | 2,7 | 6,80 |
18 | Dracaena sp. | Dracaenaceae | 2,5 | 1,3 | 2,7 | 6,53 |
19 | Ailanthus integrifolia | Simaroubaceae | 2,5 | 1,0 | 2,7 | 6,20 |
20 | Aleocarpus sp. | Alaeocarpaceae | 2,5 | 1,0 | 2,7 | 6,17 |
21 | Euonymus javanicus | Celastraceae | 2,5 | 0,9 | 2,7 | 6,05 |
22 | Cratoxylum cellebecum | Clusiaceae | 2,5 | 0,7 | 2,7 | 5,88 |
23 | Cananga odorata | Annonaceae | 2,5 | 0,7 | 2,7 | 5,87 |
24 | Saurauya pristilla | Actinidiaceae | 2,5 | 0,6 | 2,7 | 5,80 |
25 | Vilebrunea rubescens | Urticaceae | 2,5 | 0,4 | 2,7 | 5,60 |
26 | Euodia minahasae | Rutaceae | 2,5 | 0,4 | 2,7 | 5,57 |
Total | | 300 |
Hutan Primer
Lokasi primer 1 ketinggian 1.228 m dpl
Hasil penelitian pada lokasi primer 1 menunjukan bahwa terdapat 17 spesies dari 40
pohon yang dipilih. Nilai Kerapatan Relatif, Dominansi Relatif, Frekuensi Relatif, dan Indeks Nilai Penting pada lokasi ini ditujukan pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks nilai penting lokasi primer 1 ketinggian 1.228 m dpl
No. | Jenis | Famili | KR (%) | DR (%) | FR (%) | INP (%) |
1 | Melicope sp. | Rutaceae | 12,5 | 32,41 | 11,76 | 56,67 |
2 | Saurauia sp. | Actinidiaceae | 20 | 21,53 | 14,71 | 56,24 |
3 | Planchonella sp. | Sapotaceae | 15 | 12,2 | 17,65 | 44,85 |
4 | Aglaia sp. | Meliaceae | 15 | 10,88 | 14,71 | 40,59 |
5 | Eugenia sp. | Myrtaceae | 5 | 1,89 | 5,88 | 12,77 |
6 | Gymnacranthera forbessi | Myristicaceae | 5 | 2,48 | 2,94 | 10,42 |
7 | Dysoxylum sp. | Meliaceae | 2,5 | 4,58 | 2,94 | 10,02 |
8 | Euodia speciosa | Rutaceae | 2,5 | 2,75 | 2,94 | 8,19 |
9 | Polyalthia grandifolia | Annonaceae | 2,5 | 1,89 | 2,94 | 7,33 |
10 | Calophyllum soulattri | Clusiaceae | 2,5 | 1,85 | 2,94 | 7,29 |
11 | Drypetes sp. | Euphorbiaceae | 2,5 | 1,63 | 2,94 | 7,07 |
12 | Pouteria molucana | Sapotaceae | 2,5 | 1,63 | 2,94 | 7,07 |
13 | Archidendron teismanii | Fabaceae | 2,5 | 1,3 | 2,94 | 6,74 |
14 | Alstonia spectabilis | Apocynaceae | 2,5 | 1,22 | 2,94 | 6,66 |
15 | Callicarpa sp. | Verbenaceae | 2,5 | 0,79 | 2,94 | 6,23 |
16 | Radermachera elegans | Bignoniaceae | 2,5 | 0,59 | 2,94 | 6,03 |
17 | Macaranga celebica | Euphorbiaceae | 2,5 | 0,37 | 2,94 | 5,81 |
Total | | 299,98 |
Lokasi primer 2 ketinggian 1.528 m dpl
Hasil penelitian pada lokasi primer 2 terdapat 7 spesies dari 20 pohon yang dipilih.
Pada Tabel 6 lokasi primer 2 menunjukan nilai kerapatan relatif, dominansi relatif, frekuensi relatif dan indeks nilai penting.
Tabel 6. Indeks nilai Penting lokasi primer 2 ketinggian 1.528 m dpl
No. | Jenis | Famili | KR (%) | DR (%) | FR (%) | INP (%) |
1 | Saurauia sp. | Actinidiaceae | 45 | 58,45 | 30,77 | 134,22 |
2 | Syzygium sp. | Myrtaceae | 25 | 37,3 | 23,08 | 85,38 |
3 | Melicope sp. | Rutaceae | 10 | 3,41 | 15,38 | 28,79 |
4 | Planchonella sp. | Sapotaceae | 5 | 0,26 | 7,69 | 12,95 |
5 | Ficus sp. | Moraceae | 5 | 0,26 | 7,69 | 12,95 |
6 | Leacoside capitelata | Rosaceae | 5 | 0,17 | 7,69 | 12,86 |
7 | Spiraeopsis celebica | Saxifragaceae | 5 | 0,15 | 7,69 | 12,84 |
Total | | 299,99 |
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian pada keempat lokasi didua tipe hutan di Hutan Lindung Gunung Klabat Minahasa Utara terdapat 50 spesies pohon yang tergolong dalam 33 famili dari 140 individu pohon yang dipilih. Spesies yang dominan di lokasi sekunder 1 di ketinggian 542 m dpl adalah Canarium sp. dengan INP (Indeks Nilai Penting) 69,78%; Dillenia cellebica dominan di lokasi sekunder 2 di ketinggian 1.121 m dpl dengan INP 28,78%; Melicope sp. dominan di lokasi primer 1 di ketinggian 1.228 m dpl dengan INP 56,67%; dan Saurauia sp. dominan di lokasi primer 2 di ketinggian 1.528 m dpl dengan INP 134,22%. Indeks Keragaman (Shannon) antara 0.6443-1.3503, nilai masuk dalam kategori rendah
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, G.M. et al., 1987. Terrestrial Plant Ecology. New York: The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.
BirdLife, 2009. Gunung Klabat. http:// www.birdlife.org/ datazone/sites/ index.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Hirokawa Publishing Company, Inc. Tokyo.
Departemen Kehutanan. 2002. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara. Pusat inventarisasi dan statistik kehutanan Badan planologi kehutanan Departemen kehutanan. Jakarta.
Irwanto. 2007 Analisis Vegetasi untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. http://irwantomangrove.webs.com/tesis_1.pdf
(19 Januari 2010)
Kauditan. 2009. Gunung Klabat. http:// kauditan. blogspot.com /2009/04/ gunung- klabat.html (21 Januari 2010).
Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vegetasi. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ludwig, J.A., and J. E Reynold. 1988. Statistical ecology: a primer on methods and computing. John Wiley & Sons. New York.
Meyer, H. A. 1952. Structure, growth and drain in balanced uneven-aged forests. J. For. 50 (2): 85-92.
Misra, R. 1980. Manual of plant ecology. 2nd Ed. Oxford & IBH Publishing Co. NewDelhi.
MUC. 2009. Kerusakan Hutan Klabat Capai 40%. http:// minahasautara. wordpress.com/2009/02/14/kerusakan-hutan-klabat-capai-40/ (28 Januari 2010).
Mueller, Dombois and Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology .; John Wiley & Sons. New York.
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of ecology. Toppan Company Ltd. Tokyo.
Rahmawaty. 2008. Hutan: Fungsi Dan Peranannya Bagi Masyarakat. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-rahmawaty6.pdf
(20 Januari 2010)
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA. Malang.
Whitmore, T.C, 1975, Tropical Rain Forests of the Far East (Chapter Two Forest Structure) 1st Edition, Oxford University Press, Oxford
Whitmore ,T.C.,I.G.M. Tantra. 1989. Tree Flora of Indonesia,Checklist For Sulawesi. Bogor: Agency for Research and Development Forest Research and Development Center Bogor. Indonesia.
Whittaker, RH. 1974. Climax concepts and recognition. In R Knapp (Ed.), Vegetation Dynamics. Handbook of vegetation science vol. 8: 139-154. W. Junk Publishers, The Hague.
Langganan:
Postingan (Atom)